Tuesday, December 25, 2007


DIBAWAH SAUNGAN* KAMI MEMOHON

Oleh: AsmaMu

Musim panas telah berlalu, kini datang musim semi. Ia merupakan peralihan antara musim panas dan dingin. Musim yang indah bagi siapapun yang berada di Kairo. Udaranya sejuk dengan semilir angin yang bertiup. Bagi warga Mesir sendiri, ia merupakan musim yang paling sukai, mereka banyak keluar dari rumah menuju taman-taman yang berumput indah. Menghabiskan waktu hingga malam tiba. Ada istilah; dimana ada rumput disitu ada warga Mesir. Memang demikian kenyataannya karena mayoritas mereka tak memiliki halaman rumah pribadi.

Hadiqah Azhar merupakan salah satu taman asri nan indah. Rerumputan indah dengan penataan taman yang terencana dengan baik. Di bagian kanan terdapat rumah makan orang-orang elit dengan desain bangunan klasik, hal itu menambah kenyamanan bercengkrama bagi siapa saja yang ada di dalamnya. Di balik bangunan itu terdapat saungan diatas gundukan yang tinggi. Tempat yang nyaman untuk bercengkrama menghabiskan waktu sore hari nan indah.

###

Angga dan Anggi merupakan sepasang pasangan yang belum lama jadian, kisah jadinya merekapun singkat. Saat itu Angga lewat di salah satu jalan bawabah tiga. Anggi saat itu terdiam di tepi jalan dengan wajah bingung mencari alamat rumah temannya. Anngapun menyapa dengan wajah ramah kemudian menanyakan Anggi. Angga akhirnya mengantar Anngi ke alamat yang anggi tuju. Disela perjalanan, terjadi perkenalan dan percakapan ringan yang akhirnya membuat mereka saling tertarik sehingga bersatu dalam sebuah ikatan kasih.

###

Pagi itu Angga berencana mengajak Anggi menghabiskan waktu sore di hadoqah Azhar. Sengaja Angga mengajak Anggi kesana karena terdapat hal yang perlu dibicarakan, melihat ujian semakin dekat. Namun hal itu ia pendam hingga datang waktu yang tepat untuk mengungkapkannya. Angga mengeluarkan handphone yang berada di saku celananya dan menelpon Anggi;

“Assalamu’alaikum sayaang…Apa kabar?”

“Wa’alaikum sayaang, kabar baik ngga”

“Gini, kita ke hadiqah Azhar yuk?”

“Ngapain ngga?”

“Ada sedikit yang perlu kita bicarakan”

“Ehmm, ya udah boleh. Ketemu dimana ngga?

“Emm, di masjid al-Azhar aja soalnya aku ingin mencari buku dulu, jam 15.30 on time oke!”

“Oke dech!”

“Dah sayaang”

“Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikumsalam”

###

Jam sepuluh pagi aku berangkat ke kawasan “el-Dirasah” tempat dimana kampus Al-Azhar Husain berada. Depan dan belakangnya banyak toko-toko buku. Aku niatkan ingin menyari buku” al-Tahbir fi Ulumi al-Tafsier karangan Imam al-Suyuthi”. Buku satu ini memang sulit dicari hingga aku harus memasuki toko-toko buku itu satu persatu. Pencarian itu dimulai dari depan al-Azhar, namun hasilnya nihil. Akupun istirahat untuk shalat berjamaah dzuhur di masjid al-Azhar, sambil meluruskan kaki yang sedikit pegal.

Setelah shalat, Aku melanjuti pencarian buku itu. Kini Aku menyisiri sisi samping masjid al-Azhar. Kulakukan seperti halnya tadi, Aku masuki toko buku satu persatu dan menanyakan buku yang kumaksud, akhirnya ku berhasil menemukannya di toko buku ”el-Daar Kutub el-Araby”sebuah toko buku kecil, dekil dan kusam namun memiliki gudang luas dan menampung buku-buku yang sulit dicari.

Dengan rasa gembira, Aku kembali ke dalam masjid guna istirahat dan menunggu Anggi. Ku duduk di serambi masjid sebelah kiri dengan kaki terjulur, karena pegal yang kurasakan setelah menyari buku itu. Semilir angin sejuk siang mengghilangkan rasa panas yang ada dalam diriku. Maklum, musim semi ini matahari lumayan panas. Tak lama kemudian Anggi datang.

“Hallo ngga.., udah lama nunggu?”

“Belum, baru juga nyampe abis nyari buku and Alhamdulillah ketemu”

“Emang buku apaan sih, kayaknya penting banget…?”

“Buku “al-Tahbir fi Ilmi al-Tafsir karangan Imam al-Suyuthi

“Kita jalan sekarang yuk?”

“Entar dulu yaa…shalat Ashar dulu, baru kita ke hadiqah biar tenang kalau udah shalat”

“Oke deh honey, Anggi wudlhu’ dulu yaa”

Anggipun meninggalkanku berangkat ke tempat wudlu’ sedang aku menunggu barang-barang bawaannya, selepas ia datang kini giliranku berwudlu dan kami sholat Ashar berjamaah mengikuti imam masjid karena kebetulan saat itu sudah iqamah dan shalat didirikan.

###

Kami mulai menelusiri trotoar samping Al-Azhar yang panjang dan ramai. Jalan menuju hadiqah al-Azhar agak menanjak, hingga membuat kaki kami terasa pegal. Dalam perjalanan, Anggi menanyai aku tentang hal yang akan dibicarakan sore itu, namun aku tak menjawabnya. Sengaja aku berbuat demikian agar ia bertanya-tanya dalam benaknya. Anggi memulai percakapan;

“Honey, emangnya kita mau ngobrolin apa sih?”

“Ehmm, nggak ada apa-apa kok”

“Ahhh, bohooong, pasti ada apa-apa”

“Emm yaa ada sich cuma nanti aja deh, kan nggak seru kalau diomongin sekarang”

Kulihat raut muka Anggi yang mulai bingung memikir dan menerka-nerka apa yang akan di bicarakan sore itu. Kulihat bibirnya yang manyun sesaat setelah tak kuberitahukan hal yang akan diomongkan sore itu.

Dua ratus meter di depan sana, sudah nampak pintu gerbang hadiqah al-Azhar, ku ayuhkan kakiku lebih semangat dan kubeli dua karcis untuk kami berdua. Sebuah hadiqah yang bersih, asri, indah dan anggun rupawan. Ia terawat rapi oleh pengelolanya. Aku mengajak Anggi berjalan ke arah kanan dari hadiqoh itu, tujuanku satu; Aku ingin menikmati suasana sore itu bersama Anggi dibawah naungan saung diatas gundukan tinggi bangunan itu.

Dibawah saung kami duduk, layaknya dua orang petapa yang sedang duduk sila bertatapan, saat itu sorepun mulai kelam. Siluet matahari yang kian memerah telah bermulaian muncul dan aku memulai percakapan;

“Anggi…tau nggak kenapa aku mengajakmu ke tempat ini?”

“Nggak tau, emang kenapa sie”

“Aku sebenarnya ingin mengingatkan diriku dan dirimu tentang satu hal dan kita bersama-sama intospeksi diri di sore ini yang disaksikan oleh siluet matahari di penghujung hari ini”

“Anggi…”

“Yupz”

“Kita jadian belum begitu lama, dari awal kita niatkan lillahi ta’ala, kita bertemu karena Allah. Kita berpisah juga karena Allah. Kita ingin hubungan ini sampai di satu kata ijab qabul, namun selama ini aku merasa tak kuat menahan rindu. Kita tahu satu bulan lagi ujian termin satu akan dimulai, sementara aku selalu merindumu. Apakah butuh kita untuk tidak bertemu hingga akhir ujian nanti?Aku ingin konsentrasi belajar honey…”

“Honey, akupun merasakan seperti apa yang kau rasakan, rasa itu selalu melekat tak bisa hilang dalam kalbuku. Sebenarnya, ketemu atau nggaknya itu bukan yang jadi masalah. Honey, mari kita jadikan cinta kasih kita sebagai penyemangat untuk kita belajar. Ibuku pernah berpesan melalui sms kepadaku, begini ucapannya; “Kami merestui kalian. Jangan sampai kerinduan yang ada diantara kalian mengganggu belajar, kalian pasti bisa konsentrasi, yakini itu!”. Oleh karenanya, jangan kau rasakan rindu itu suatu hal yang mengganggu. Jadikan ia seperti darah yang selalu mengalir memberikan kehangatan bagi tubuh kita”.

Ku pegang kedua tangannya, kupinta ia untuk berdiri dan kami sama-sama memohon: ”Tuhan, Jadikan kerinduan kami adalah penyemangat dalam belajar”

*Bangunan beratapkan jerami, tempat untuk bersantai. Sejenis gazebo.